Kamis, 01 September 2016

Danau Toba Milik Kita

Batam 2 September 2016, Perjalanan panjang kami sebagai penggiat lingkungan tentunya bukan sebagai perjalanan biasa yang mengalir.
Bahawa diperlukan sebuah konsisitensi yang terjaga dengan pola tujuan dasar-dasar sebagai penggiat lingkungan. 
Dasar dari seorang atau kelompok atau komunitas penggiat lingkungan adalah keberanian, berani berbuat jujur, berani mengorbankan waktu, berani mengorbankan pendapatannya hanya untuk lingkungan.

Sebagai aktivist tentunya kami mengadakan pertemuan-pertemuan informal antara sesama aktivist,  mengetahui kegiatan-kegitan mereka dan langkah-langkah mereka kedepan serta hambatan yang diterima. Ternyata kami punya visi yang sama bahwa kami menikmati alam yang hijau tanpa eksploitasi.
Berdasarkan komunikasi dan tinjauan langsung kelapangan, jangankan mengikuti perjuangan-perjuangan teman-teman di Sumut, membayangkannya saja ikut terenyuh, 
Memang setiap perjuangan terbagi berbagai tingkatan, menikung, sok paten, frontal sampai ada yang mengembalikan Kalpataru, namun ini adalah simphoni, irama yang bertujuan untuk kelestarian alam

Untuk danau Toba yang sudah menjadi salah satu destinasi wisata dunia, namun penanganan lingkungannya menjadi salah kaprah. Bagaimana tidak, eksploitasi hutan disekitar danau Toba untuk bahan baku kertas, mengakibatkan releng bukit dan gunung menjadi gundul, mengikis unsur tanah saat hujan, mengakibatkan longsor, sendimen lumpur memasuki Danau toba mengakibatkan kekeruhan, sisi lain eksploitasi air danau untuk peternakan ikan secara besar-besaran, hingga terjadi penumpukan sisa pakan mengendap sedikit demi sedikit, didasar Danau, belum lagi penggunaan pestisida yang amburadul demi mengejar produksi yang semangkin hari semangkin tinggi tingkat penggunaanya, bagaimana mungkin multi fungsi eksploitasi Danau Toba dapat disenergykan dengan pariwisata.

Memang alam diciptakan untuk dimanfaatkan, ya kami setuju sekali namun bukan dimanfaatkan segelintir orang dengan dampak kerusakan yang begitu besar. Pemerintah dalam hal ini harus cerdas, Presiden telah menanam pohon namun sisi lain diijinkan untuk menebang pohon, pemerintah melarang membuang sampah kedanau namun perusahaan terbesar dan kecil yang bergerak dibidang perikanan di Danau toba, menggelontorkan pakan ternak langsung kekeramba mereka, yang pasti sedikitnya 2% sampai 3% dari ratusan ton pakan setiap hari, pasti mengendap didasar danau, kotoran ikan yang diternakkan secara masal tentunya jauh lebih banyak lagi dari sisa pakan, apa mungkin ikan dipelihara PT Aquafarm dipasangi popok, tentunya tidak.

Diskusi aksi penyelamatan RBI-Akar Bhumi Indonesia
Sudahlah kita harus memilih mau pariwisata, perkebunan/pertanian, peternakan, Pulp&paper, tidak usah tamak, karena tamak ini adalah bom waktu untuk generasi. Siti Nurbaya pimpinan tertinggi Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan RI harus bertanggung jawab, terhadap lemahnya penanganan lingkungan di Danau Toba,  jangan lagi berkilah ini otoritas pemerintah daerah, Bupati, Gubernur, 

Aktivist saja mampu mengembalikan penghargaan Kalpataru karena punya beban moral, karena tidak bisa bersuara, atau suara mereka tidak didengar pemerintah, mengapa anda seorang menteri yang ditunjuk sebagai orang terdepan dibidang lingkungan dan kehutanan tidak mau berbuat, apakah kami hanya sebagai musuh tentunya tidak, kami aktivist adalah sahabat anda sahabat yang harus didengar dan ditindak lanjuti. Apakah kami harus mundur dari kegiatan kami, tentunya tidak, karena kami adalah panggilan jiwa, kalau pun kami tidak menjadi aktivist itupun karena jiwa telah berpisah dengan raga kami, sungguh kalau lah ini sebuah pekerjaan, tentunya kami sudah mundur menjadi aktivist.

Apakah perlu kami bisikkan sebuah kata ditelinga, yang mampu membuat anda shock atau bergetar, dan kata ini belum pernah dibisikkan sekalipun ketelinga bu menteri, hanya green warrior yang tahu akan bisikan kami.