Minggu, 26 Juli 2015

Rekayasa Generasi Cinta Lingkungan

Batam-26 July 2015. Mengisi hari libur terakhir bagi anak sekolah, penulis kembali membawa dua anak tersayang mengunjungi Rumah Bakau Indonesia (RBI), Zeninda anak sulung memasuki tingkat lanjutan pertama  dan Akhbar si bungsu kelas 3 SD, Penulis memang sering membawa kedua anak ini kelokasi rehabilitasi Bakau di Tg Piayu Batam.

Teranyata minat si sulung Ninda begitu panggilannya cukup besar terhadap ekosistim Bakau, kecendrungan untuk mencintai Bakau mulai tumbuh melebihi dari anak-anak seumurannya di Pulau Batam,  Aktivitas outdoor sangat digemari, apalagi saat penulis membawa mereka melakukan pengamatan wilayah bakau dengan menggunakan speed boat, terlihat antusias diwajahnya, matanya berbinar melihat bungkat bakau yang tua siap petik, dan dia sudah dapat membedakan mana bungkat yang tua mana yang muda (tidak layak tanam).

Terkadang penulis sedikit cemas saat dia mencoba menggapai bungkat-bungkat tua pohon bakau. Kakinya masih berada di Boat tetapi tangannya begitu cekatan menggapai ranting untuk memilih bungkat siap tanam.
bila dia sedikit ceroboh maka dia akan jatuh kedalam laut, ini yang membuat penulis sedikit menggurutu, terkadang mengeluarkan sedikit suara keras,menegur dia jangan bergerak dari boat sebelum diperintahkan untuk menggapai bungkat yang tua.
Tapi dasar dia masih anak-anak himbauan kita hanya didengar tidak diaplikasikan secara sikap.

Terkadang kelihaiannya membuat kagum, bagaimana tidak sambil boat berjalan dalam kecepatan sedang menyusuri pinggiran bakau yang  berbuah, sempat-sempatnya dia berdiri untuk menggapai sang bungkat dan ini bisa berbahaya karena daun serta ranting kecil dapat membelit tangannya hingga lecet.

Jiwa Aktivist di Anak Bakau
Pasca memunguti bungkat bakau untuk disemai, senja hari telah menggatikan cerahnya siang di RBI, sambil menyeruput teh, dan siadik sibuk memainkan games, Ninda sigap membuat asap dari api unggun skala kecil, fungsinya untuk mengusir agas yang bermigrasi dari pohon-pohon bakau ke shelter RBI.
Tidak lama Ninda  menyuarakan sebuah keinginan yang kedengarannya sangat-sangat menyejukkan.
Dia berkata " Pak nanti Ninda mau undang teman kakak, untuk datang kesini, biar nanti kami buat grup Batam mangrove Smp 25"
Berapa orang kak tanyaku ? lima orang pak jawabnya

Mendengar ini, penulis langsung bersemangat, dan menyiapkan segala sesuatu yang dia perlukan untuk membangun sebuah generasi cinta Bakau, generasi anak bakau. generasi yang bakal menjadi pemimpin dikemudian hari. Pemimpin yang tidak acuh terhadap lingkungan, pemimpin yang pro aktif menjaga titipan generasi yang akan datang.


HANYA UNTUK BAKAU

Pelatihan dasar operasional speed boat

Rahmat membawa speed boat untuk mencari bungkat bakau
Sore ini saya mengunjungi  Rumah Bakau Indonesia RBI setelah absen selama 2 hari. kerinduan akan suasana  hening memaksa diri untuk meminjam sepeda motor anak tersayang, Motor matik melaju kencang membelah alur-alur jalan sambil singgah di bengkel tempat kenderaan oprasional teronggok tak berdaya karena gearbox rontok.

Sesampai di lokasi RBI terdengar secara sayup suara orang mengaji, menandakan sebentar lagi memasuki waktu magrib., sambil menyapa Rahmat yang sedang memasang kayu pembatas di RBI. tersambar kopi panas yang selalu menjadi bekal dasar Rahmat dalam melakukan aktifitas di lingkungan RBI.

Suasana hening terasa menyergap saat ketukan-ketukan palu berhenti, hanya ada suasana temaram serta bunyi aliran air laut yang surut melewati alur-alur batu, namun teman-teman kecil agas ingin  menyapa sang penghuni Rbi . mereka berharap ada sepermil darah segar tuk dibagikan ke koloni , namun untuk ini saya cukup pelit memberikan kepada mereka. 
Reflek tangan menjangkau potongan kayu dan ranting membuat api. Tidak perlu besar cukup membuat asap yang banyak. dan sang agas paham, lalu kabur kembali kehutan bakau yang jaraknya hanya sepelemparan batu.

Shelter rumah bakau sementara ini cukup layak untuk dijadikan pusat kegiatan mengenai bakau dipulau Batam, kekurangan pastinya ada dan cukup banyak. Lantai kamar dan ruangan administrasi belum dikramik dan diberi sekat, kamar mandi juga belum dikatakan layak dan harus dirubah total, karena saluran pembuangan langsung menuju laut.
Dapur kering juga belum disiapkan. dan ini cukup penting dalam menunjang kegiatan RBI kedepan, menyiapkan kopi atau teh, atau membuat mie goreng merupakan ransum, untuk memulihkan tenaga.

Dari banyak kekurangan RBI ada kekurangan yang paling mendasar yaitu Sumber Daya Manusia menyiapkan sumber daya manusia. untuk menjalankan aktifitas RBI, tanpa sdm yang memahami kondisi alam, bersahabat dgn ekosistim, niscaya kegiatan akan melambat, dan shelter RBI hanya tempat kongkow dan pacaran.

Mengajari aktivis mengoperasikan speed boat merupakan agenda awal, ini terlihat sepele, tetapi ini membuat kami cukup kerepotan saat ada kegiatan dalam kapasitas besar, dalam kegiatan seperti ini diperlukan membawa para peserta tanam ketempat penanaman. Keterbatasan operator yang mahir dalam mengoperasikan speed boat hanya dua orang yaitu saya dan saudara Boy, sedangkan lainya masih sangat awam .

Memahami kondisi tersebu,  kami merencanakan untuk secepatnya memberikan pelatihan dasar bagi para aktivist yang aktif di RBI, untuk menguasai speed boat. 
Pelatihan ini mencakup. pengetahuan dasar mesin dan beberapa kendalanya, kemudian dilanjutkan dengan pengoperasian boat, pemasangan mesin, manuver serta tatacara menjalankan boat saat air pasang dan air surut, serta tidak kalah pentingnya adalah menyandarkan boat ke dermaga RBI.

Pengatahuan dasar ini bila dapat mereka kuasai, maka akan dilakukan pelatihan level lanjutan, meliputi posisi alur, karang timbul arus dan Gps. dengan tahapan-tahapan  pelatihan dasar ini dapat terlaksana dan menghasilkan orang-orang yang kami anggap mampu, otomatis pencarian bungkat, penanaman dan pemantauan ekosistim bakau di daerah Tg Piayu dapat terlaksana dengan lebih ringan..

Senin, 20 Juli 2015

Under Construction "Rumah Bakau Indonesia Fase#2


Tg Piayu Batam 19 July 2015. Kata ini kami ucapkan saat menerima Fany Delarosa Smith dan perwakilan aktivist lingkungan Gereja GPIB Immanuel Batam.

Sekilas kami paparkan tentang misi Rumah Bakau Indonesia. Bahwa untuk mencintai lingkungan hendaknya diajarkan sejak dini, karena generasi penulis tidak diajarkan pentingnya menjaga kelestarian ekosisitim, kalaupun ada hanya sekedar mempertebal halaman buku.

Terbukti dengan dibabat habisnya Hutan-hutan di Kalimantan, Sumatera, Papua dan hampir dimerata tempat dibumi khatulistiwa ini.

Batam juga merasakan hal yang sama bagi masyarakat kepulauan, dimana banyaknya Industri dapur arang yang hanya dikuasai segelintir cukong, mengkonsusi dengan rakusnya batang-batang pohon bakau, pembangunan gedung menggunakan batang bakau sebagai penyangga, Industri galangan kapal, yang posisinya dibangun tepat diatas ekosistim bakau.dan yang paling akhir adalah matinya 3 juta pohon Bakau di Dam sei Tembesi.

Fanny dan rombongan cukup memberikan apresiasi kepada kami, dikesempatan itu mereka telah meng-agendakan kunjungan edukasi lingkungan untuk anak-anak SD dilingkungan Gereja GPIB Immanuel Batam, yang akan dilakukan pada bulan Agustus.

Kami juga berharap banyak akan kedatangan mereka, bahwasannya untuk merekonstruksi ulang kecintaan terhadap bakau harusnya dimulai sejak dini.

Rumah Bakau Indonesia siap memberikan sedikit masukan kepada anak-anak yang akan datang ke rumah Bakau Indonesia, dengan pola edukasi penyemaian Bungkat Bakau, penanaman anakan Bakau, serta turing singkat dengan menggunakan speed boat dilokasi mangrove yang kami pantau.

Kamis, 09 Juli 2015

'Dah Kami Bikin Rumah Bakau'

Menelusuri pengalaman serta rekam jejak kegiatan rehabilitasi lingkungan, khususnya dibidang hutang Bakau (mangrove) di pulau Batam, tentunya tidak terlepas dari peran berbagai pihak.

Pemerintah, Perusahaan, Media masa, Masyarakat dan LSM, dari kelima pilar tersebut menempati porsi-porsi tertentu dan dapat berdiri sendiri maupun berkoloborasi dengan pilar yang lain.

Berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun kami berusaha menumbuhkan kepercayaan dan simpati dari berbagai pihak yang kami sebutkan diatas.

Dengan masyarakat kami membuat mereka sebagai lini terdepan dalam pengawasan,
Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan masyarakat Pulau Selat Nenek, Pulau Kasu kami mensupport agar mereka melakukan tanam bibit bakau, yang hasilnya akan kami bantu mencarikan sponsor sebagai ganti pembelian polybag dan upah lelah

Dengan perusahaan kami berusaha mengikuti sistim akuntabilitas mereka, bahwa berapa pun yang disumbangkan mereka harus kita pertanggung jawabkan, meliputi, jumlah tanam, koordinat tanam, dokumentasi. serta akses yang luas untuk melakukan Audit lapangan.
Akses ini berupa  tempat yang reperesentatif, transportasi air, serta laporan secara berkelanjutan yang dapat mereka akses setiap saat,

Shelter Rumah Bakau Indonesia yang kami bangun tentunya mempunyai tujuan yang lebih besar, dari pada sekedar untuk tempat berteduh, atau sekedar menyeruput teh hangat.

Shelter ini menunjukan sebuah keseriusan, bahwa kami bertanggung jawab dan terbuka.
Bahwa kami mempunyai beberapa kekurangan sudah pasti, namun kami berusaha terus untuk terus belajar dan memperbaiki sistim dan menerapkannya dilapangan. (Rizaldy)