Kamis, 05 Juni 2014

World Environment Day 2014

Batam 5 Juni 2014, Pulau Labu, Hari Lingkungan Hidup sedunia ternyata banyak yang mengingatnya, sebagai aktivist bergerak dibidang lingkungan tidak mau ketinggalan, Bertempat dirumah Bakau Indonesia direktur Selat Bulang Monitoring dihadiri oleh 15 orag aktivist, serta penduduk Pulau labu dan pulau selat Nenek.


Menuju Kerumah bakau
Peta digital wilayah water front city Marina-tg riau
Pada kesempatan itu tanpa perlu kata sambutan dan mukadimah, tanpa perlu mengundang pejabat serta ahli, tanpa perlu mengundang pers,  kami memuat pertemuan sederhana. Berdiskusi ringan tentang fungsi-fungsi yang dimiliki kawasan hutan mangrove. meliputi Fungsi  fisik, kimia, biologi serta ekonomi kawasan hutan mangrove.

Bahasa, pertanyaan, dan jawaban sederhana mendominasi pertemuan diselingi kopi & teh panas ditenggarai cuaca sedikit mendung siang di Pulau labu.Diambil sebuah kesimpulan, bahwa pemerintah yang paling bertanggung jawab. Pengalokasian hutan mangrove untuk kawasan shipyard serta hunian perumahan, bukan saja menhilangkan fungsi-fungsi hutan mangrove, tetapi juga menghapuskan sebuah peradaban bio ecoregion dari sebuah Hutan mangrove.

Untuk kawasan Pulau Batam, hanya terdapat + 1,000  ha dari 100 ribu ha hutan mangrove primer itupun tidak bisa dikatakan hutan primer dengan diameter 15 cm keatas sudah sangat langka, kita ambil contoh yang sangat tragis adalah kawasan Tiban, ditahun 2000 s/d 2010 terdapat puluhan ribu mangrove primer kini hanya tinggal 20 ha lebih itupun sudah dialokasikan oleh BP Batam kepada investor.Kemudian kawasan Tg riau meliputi area sei Tamiang, telah total habis pasca dibangungnnya hotel haris resort tepat menutup muara sungai Tamiang sehingga dihulu sungai yang dahulunya hutan mangrove berubah fungsi menjadi lahan komersil, dibangun perumahan serta area ski air untuk menambah fungsi ekonomi bagai pengelola water front city namun menghilangkan fungsi ekonomi bagi masyarakat lokal.

Pembangunan Dam Tembesi, dibendungnya muara sungai tembesi untuk membuat dam

Diskusi menjadi lebih menarik saat Musa tokoh masyarakat pulau Labu, mempertanyakan mengapa kami menanam mangrove yang jumlahnya begitu besar, sedangkan mereka telah bertanya kepada Dinas Kelautan perikanan serta kehutanan Batam, dan mendapat jawaban bahwa kami tidak menerima pembiayaan untuk menanam Bakau yang jumlahnya mencapai 100 ribu pohon.
Jawaban cukup sederhana bahwa kami cinta lingkungan dan ingin nama kami diukir dihati masyarakat bahwa hutan mangrove di busung tg Perepat adalah buah karya kami.
Mangrove menunggu ajal
penampungan air tawar, berakibat matinya mangrove serta biota laut yang terkandung di wilayah Tembesi, seluas 600 ha dengan kerapatan mangrove 5 ribu - 7 ribu maka terdapat 3 juta mangrove yang sekarat. Kerusakan sistimatis yang diizinkan tentunya harus dibarengi dengan penggantian wilayah mangrove seluas yang dihancurkan, tetapi ini pun tidak dipenuhi oleh pemerintah, serta swasta yang menikmati fasilitas membolehkan merusak dan menghapuskan keberadaan hutan mangrove.
Bakau terakhir dikawasan Tiban Batam


Kami ingin fungsi ekonomi yang terdapat didalam hutan mangrove dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, kami ingin agar kepiting bakau menjadi murah harganya, kami ingin mencubit pemerintah bahwa kami membuat tanpa anggaran dari kalian, kami ingin masayarakat juga melakukan penanaman mangrove secara swadaya demi kelangsungan habitat untuk anak cucu. Sebagai aktivist kami hanya perlu pengakuan bahwa kami peduli lingkungan titik. selamat hari lingkungan hidup sedunia. red 001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar