Tanam Mangrove 100 Ribu 2014-2015
Batam, Sei langkai April 2014. "Break the limit" sering sekali kita melihat iklan maupun tayangan media televisi, berbagai macam presepsi terbenam dalam pikiran orang yang mengartikan, ada yang mengartikan keluar dari rutinitas yang monoton, tetapi bagi kami para aktivist merasakan Break the limit adalah mendobrak kegiatan lingkungan yang selama ini hibernasi menjadi aktif dan ada progres secara nyata.
Kegiatan lingkungan khususnya dibidang pemulihan sepertinya mati suridan mengharapkan generasi yang akan datang untuk menghidupkan kembali, tetapi itu semua tindakan konyol, membebani generasi yang akan
Aktivist Mengarahkan Juru Mudi Ke Lokasi Tanam Bakau |
Monitoring Mangrove |
'Break The Limit" merupakan sebuah jargon positif memicu semangat kami agar lebih berkarya dibidang pemulihan lingkungan serta memperlambat kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak pembangunan.
Pembagian tugas dan tanggung jawab pun dibentuk, teman-teman Lembaga Kajian Alam lingkungan Kepri (LAKRI) diminta membuat sebuah master plan untuk mengarahkan kegiatan teman-teman agar lebih teratur, karena selama ini masih bersifat situasional. Sehingga kami mempercayakan hal ini untuk ditelaah dan di buat Rancangan Kerja Strategis dalam kurun 1, 3 dan 5 tahun kedepan.
Efek Negatif Timbul.
Racangan kerja strategis yang diusulkan hampir semuaya positif dan berskala besar salah satunya adalah kegiatan Tanam 100 ribu mangrove 2014-2015, sedangkan agenda kedua adalah penghentian Tambang liar yang merusak lingkungan Kepri demi kepentingan segelintir orang
Rancangan besar tentunya ada rancangan pendukung, khususnya Progran tanam 100 ribu mangrove perlu dibuat sebuah flatform yang jelas, seperti ketersedian bibit bakau, wilayah tanam, pendanaan dan lain sebagainya.
Cisha Indonesia merupakan Lsm yang diserahkan kepercayaan untuk menjalankan semua program yang telah diputuskan bersama demi sebuah kata Break Hibernasi Lingkungan, sulit tentu tidak, kendala pasti ada.
Salah satunya para aktivist harus fokus dan bekerja sesuai dengan rule of the game.
Satu sisi para aktivist perlu makan dan menghidupi keluarganya, sedangkan pendanaan lebih menitik beratkan kepada program dari pada kehidupan pribadi seorang aktivist. Aktivist yang kelaparan tentunya akan terganggu kegiatannya, apalagi ada isu miring aktivist hidup dari organisasinya.Padahal dia harus melaksanakan program yang dananya dihimpun oleh donatur-donatur.
Tidak kami pungkiri hal itu terjadi, dan bila itu terjadi maka organisasinya akan sangat sulit berkebang, sehingga rencana untuk kegiatan-kegiatannya juga akan terkendala.
Maka perlu dilakukan sebuah langkah-langkah yang strategis, dari pada kita bersaing saling menyatakan kita yang terbaik, maka lebih baik kita merger atau bergabung.
Apakah Kalian Tahu Apa yang kami Punyai.
Aktivist Mendekati Boat Penebang Kayu Bakau- Sei langkai |
Seperti diri penulis, selain mempunyai basic salary level manager yang ada di Batam, mampu membiayai kehidupan pribadi dan dana taktis kegiatan bersama rekan-rekan, tetapi ada sebuah keistimewaan yang kami dapatkan dimana para pimpinan usaha memberikan kelonggaran kepada penulis untuk melakukan management produksi diluar kantor, dengan telephone, email serta temporary meeting dengan pekerja lapangan, dan tidak ada yang menggantikan posisi saya di seksion yang ditangani kecuali foreman yang saya didik sebelumnya.
Kenapa bisa demikian karena bos saya juga cinta lingkungan, malahan dia sering menceritakan kegiatan aktivist seperti kami dengan client-client, dia bukan hanya menyatakan sekedar jargon-jargon bahwa perusahaannya cinta lingkungan, tetapi dia telah mendobrak stigma miring tentang aktivist dengan dukungan melebihi batasan yang ada yaitu jam dan hari kerja yang sangat flexible.
Program program yang jelas, menghasilkan simpatik para management perusahaan lapis atas, bila simpatik terbentuk maka kegiatan skala besar dapat kita jalankan salah satunya " Tanam 100 ribu mangrove 2014-2015"(Red 001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar